Kamis, 12 September 2013

Membentuk Karakter Seseorang


Dewasa ini banyak orang yang berubah. Berubahnya itu kebanyakan ke arah yang lebih negatif dan memakan waktu yang relatif lebih singkat untuk berubah itu. Hal ini seharusnya menjadi perhatian kita untuk ke depannya. Mengapa? Karena seseorang itu dinilai pertama kali adalah lewat penampilannya. Coba kita perhatikan seorang eksekutif muda. Apabila seorang eksekutif muda memakai pakaian yang rapi, bersih, pasti banyak orang yang terkesima dan membangun rasa percaya orang lain terhadap eksekutif tersebut. Tapi coba bayangkan, apabila seorang ekskutif tersebut memakai pakaian yang berantakan, bau, apakah orang lain akan percaya padanya? Tidak kan? Pasti orang lain ragu-ragu untuk membangun kerjasama dengan eksekutif tersebut. Akan muncul pandangan seperti ini, "cara berpakaiannya saja berantakan, apalagi kalau nanti diajak kerja sama dalam membangun sebuah proyek, bakalan rancu dan tidak selesai ini." Ya kan?



Selain dari cara berpakaian, karakter seseorang juga bisa dilihat dari cara mereka berbicara. Setiap orang memiliki logat yang berbeda-beda sesuai dengan daerah asal mereka. Selain itu, dari cara menyampaikannya pun juga berbeda-beda. Nah, ini yang membuat unik, berbeda dengan yang lainnya.

Sebuah karakter sebenarnya bisa dibentuk dan dibangun. Karena karakter itu dipengaruhi oleh lingkungan sekitar kita. Apabila lingkungan sekitar itu baik, maka karakter yang terbentuk cenderung baik pula. Namun apabila lingkungan tersebut buruk, maka karakter ang terbentuk pun cenderung buruk pula.

Di jaman modern seperti ini, dalam membentuk sebuah karakter ada beberapa yang perlu diperhatikan. Hal-hal tersebut antara lain:
1. Pembiasaan tingkah laku sopan.
Sopan santun atau etiket adalah akhlak yang bersifat lahir. Ukuran sopan santun terletak pada cara pandang suatu masyarakat. Oleh karena itu cara pandang sopan-santun dan sikap suatu daerah mungkin berbeda dengan cara pandang masyarakat yang lain. Sopan santun diperlukan ketika sesorang berkomunikasi dengan orang lain, dengan penekanan utama pertama kepada orang yang lebih tua atau guru atau atasan, kedua kepada orang yang lebih muda, anah buah, anak, murid, bawahan dan sebagainya, ketiga kepada orang yang setingkat atau sebaya, seusia atau setingkat status sosial.

Disamping itu sopan santun juga berlaku ketika berkomunikasi dengan kawan atau lawan. Komunikasi dengan lawan memerlukan kekuatan diplomatis yang lebih kuat dibandingkan dengan perilaku kasar. Kesopanan bisa menambat hati lawan, sebaliknya kekerasan akan menimbulkan dendam.

Sopan santun pada anak tertanam melalui kebiasaan sehari-hari di rumah. Apa yang diajarkan orang tua di rumah akan melekat pada diri anak. Sopan santun pada remaja tertanam disamping melalui kebisaan dalam rumah juga melalui proses pergaulan teman sebaya, di sekolah atau melalui suatu tontonan. Sedangkan sopan santun pada remaja disamping karena perbekalan pada masa anak-anak dan remaja terbentuk melalui perilalu para tokoh masyarakat, terutama tokoh yang dihormati dan diidolakan

2. Kebersihan, kerapian dan ketertiban
Pengetahua tentang hubungan kebersihan dengan lingkungan dibentuk melalui proses pendidikan, tetapi kepekaan terhadap kebersihan dibangun melalui proses pembiasaan sejak kecil. Konsisitensi orang tua terhadap keharusan anak untuk cuci tangan sebelum makan, cuci kaki sebelum tidur, mandi dan gosok gigi secara tertur, menyapu lantai dan halaman rumah, buang sampah di tempat sampah, menempatkan sepatu ditempatnya, merapikan baju dan buku dikamarnya. Merapikan tempat tidur setiap bangun tidur, adalah merupakan pekerjaan membiasakan anak pada hidup bersih hingga kedasaran akan kebersihan itu menjadi bagian dari kepribadiannya.

Pada usia remaja kebersihan harus didukung oleh pengetahuan empirik, misalnya melihat benda dan air kotor, tangan kotor dan sebagainya dengan mikroskup sehingga bisa menyaksikan sendiri kuman-kuman penyakit pada sesuatu yang kotor tersebut. Adapun perilaku bersih pada masyarakat diwujudkan dengan pengaturan yang bersistem, misalnya sistem pemeliharaan kebersihan umum lengkap dengan sarana yang tesedia, sistem sanitasi, sistem pembuangan limbah ditempat umum kemusian didukung dengan peraturan yang menjamin kelangsungan hidup bersih dan tertib. Singapura misalnya mengenakan denda sekitar lima ratus ribu rupiah bagi orang yang hanya membuang puntung rokok secara sembarangan.

3. Kejujuran
Kejujuran merupakan sifat terpuji. Dalam bahasa arab disebut dengan istiah siddq dan amanah. Siddiq artinya benar, amanah artinya dapat dipercaya, ciri orang jujur adalah tidak suka bohong, meski demikian jujur yang berkonotasi positif berbeda dengan jujur dalam arti lugu dan polos. Dalam sifat amanah mengandung arti cerdas, yakni kejujuran yang disampaikan dengan bertanggung jawab. Jujur bukan berarti mengatakan semua yang diketahui apa adanya, tetapi mengatakan apa yang diketahui sepanjang mengandung kebaikan dan tidak menyebutnya jika diperkirakan memabawa akibat buruk bagi dirinya dan orang lain.

4. Disiplin.
Tingkah laku disiplin dilakukan karena mengikuti suatu komitmen. Disiplin bisa berhubungan dengan kejujuran, bisa juga tidak. Kejujuran juga diwariskan oleh genetika orang tuannya, terutama ketika anak masih dalam kandungan, secara psikologis dapat menetas pada anaknya. Keharmonisan orang tua didalam rumah akan sangat berpengaruh dalam membentuk watak dan kepribadian anak-anak pada umur perkembangannya. Ketika anak masih kecil, pantang orang tua bebohong kepada anaknya, karena kebohongan yang diarasakan oleh anak akan menimbulkan kegelisahan serta merusak tatanan psikologi seorang anak.

Pada anak usia kelas IV SD hingga SLTP, kejujuran sebaiknya dibiasakan sejalan dengan kedisplinan hidup, disiplin belajar, disiplin ibadah, displin bekerja membantu orang tua di rumah, disiplin keuangan dan dan disiplin agenda harian anak. Pada anak usia SMA kejujuran dan kedisiplinan yang ditanamkan harus sudah disertai alasan yang rasional, baik dalam kehidupan dalam rumah tangga, sekolah maupun dilingkungan masyarakat. Sistem punishment dan reward sudah bisa diterapkan secara rasional.

Pada usia mahasiswa, kejujuran dan kedisiplinan dinisyakan melalui pemberian kepercayaan dalam berbagai tanggungjawab.kepada mereka sudah ditekankan komitmen dan substansi, sementara prosedur dan teknik mungkin harus sudah diserahkan kepada seni dan kreatifitas mereka.
Pada orang dewasa yang sudah bekerja, kejujuran dan kedisiplinan diterapkan melalui pelaksanaan sistem dimana peluang untuk berbuat tidak jujur dipersempit. Misalnya dengan pengawasan yang transparan. Betapapun orang jujur dapat berubah menjadi tidak jujur menakala peluang tidak jujur dan tidak disiplin terbuka tanpa pengawasan.

Oleh karena itu, mulai sekarang kita membiasakan diri untuk bertingkah laku yang baik dan sopan, bersih, rapi, tertib, jujur, dan juga disiplin agar kita dapat membentuk dan membangun karakter yang baik.

Sumber:
http://www.untajiaffan.com/2013/06/pembentukan-karakter-manusia.html

12 komentar: